Monday 18 April 2016

BERDAKWAH BAGI SETIAP ORANG MUSLIM......SUATU KEWAJIPAN

Banyak orang yang menganggap bahwa berdakwah itu adalah kewajiban da’i, ustadz, atau orang-orang yang faham agama. Konotasi dakwah juga terbatas pada majelis ta’lim. Orang yang berdakwah akhirnya hanya identik dengan orang yang berceramah. Dengan pandangan ini, seorang muslim yang bukan da’i atau ustadz merasa tidak punya tanggung jawab dakwah.
Dakwah seharusnya menjadi komitmen setiap muslim untuk menyebarkan Islam kepada orang-orang terdekatnya dan menyebar ke lingkungannya. Dakwah seperti ini tidak harus menunggu menjadi pakar. Kalau dakwah harus menunggu seseorang menjadi pakar, maka Islam akan kalah oleh orang-orang kafir atau Syiah yang sangat gencar menyebarkan ajarannya dengan mengerahkan semua potensi pemeluknya.
Seorang syaikh bercerita bahwa dia pernah berdakwah di belantara hutan Afrika. Dia menempuh perjalanan yang jauh dengan berjalan kaki melewati rawa-rawa menginjak lumpur-lumpur dan dia merasa bahwasannya dia sudah berjuang untuk berdakwah. Ternyata di tengah hutan belantara tersebut dia mendapati seorang wanita bule yang sudah lama tinggal di sana sebagai misionaris mendakwahkan kesyirikan dan kekufuran.
Maka ketika itu syaikh sadar bahwasannya yang telah dia lakukan belum apa-apa dibandingkan dengan pejuang kesyirikan tersebut, terlebih lagi dia adalah seorang wanita.
Para pelaku maksiat, para pelaku kesyirikan, mereka juga berjuang menyebarkan kesyirikan dan kemaksiatan yang mereka lakukan.
Allah SWT telah meyebutkan dalam Al Quran tentang kesabaran mereka:
Muhammad nyaris menghilangkan tradisi penyembahan kita kepada tuhan-tuhan kita yang sejak dahulu kita lakukan. Karena itu, kita harus bersabar menghadapi seruannya.” Kelak di akhirat orang-orang kafir setelah menyaksikan adzab neraka akan tahu siapa sebenarnya yang hidupnya sesat di dunia (QS Al-Furqoon : 42)
Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa kaum musyrikin sombong dan bangga dengan kesabaran mereka di atas kesyirikan, sehinga Nabi Muhammad SAW tidak berhasil mendakwahi mereka.
Meraka dengan bangga mengatakan bahwa kalau bukan karena kesabaran mereka, bukan karena ketegaran mereka dalam kesyirikan maka mereka akan terbawa oleh dakwahnya Nabi Muhammad SAW.
Demikianlah kebanggaan mereka.Dalam ayat yang lain Allah SWT juga meyebutkan:
“Dan pergilah pemimpin-pemimpin mereka (seraya berkata): Pergilah kamu dan tetaplah (menyembah) tuhan-tuhanmu,” (QS: Shaad:6)
Lihat, bagaimana mereka saling berwasiat untuk bersabar. Karenanya kita dapati orang-orang yang berdakwah kepada kekufuran kepada kesyirikan berjuang dengan mengorbankan jiwa dan raga. Mereka juga berinfaq mengeluarkan harta mereka.
Allah SWT berfirman:”Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan.”(QS: Al-Anfaal: 36)
Lihat, padahal mereka berinfaq dan infaq mereka mengantarkan mereka ke dalam neraka jahanam, namun mereka bersabar.
Contoh kesabaran orang musyrik, orang kafir yang lain.Allah menyebutkan tentang kisah Nabi Nuh as ketika mendakwahi anaknya.
naskah-dakwah-islam
Tatkala Nabi Nuh sudah naik ke atas perahu sementara banjir telah melebar di atas muka bumi, Nabi Nuh melihat anaknya dan dia ingin mendakwahi anaknya yang masih dalam keadaan kafir:
Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung.dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama Kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.”
Anaknya menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!” Nuh berkata: “tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) yang Maha Penyayang”. dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; Maka jadilah anak itu Termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. (QS Huud : 42-43)
Ketika sang anak sudah hampir tenggelam, Nabi Nuh berkata, “Wahai anakku (dengan panggilan kasih sayang), ayo naik bersama kami, jangan engkau bersama orang-orang yang kafir.”
Namun apa jawaban anak Nabi Nuh, dengan begitu tegarnya di atas kekufurannya, di atas kesyrikannya dia mengatakan, “Saya akan pergi menuju gunung yang akan menyelamatkan saya dari air banjir ini.”Ternyata dia tetap bersabar di atas kesyirikannya, padahal ayahandanya ingin menolongnya, akhirnya kata Allah, “Diapun tenggelam.”
Ternyata pelaku kemaksiatan, pelaku kesyirikan dan kekufuran juga bersabar. Padahal kesabaran mereka itu semakin menjerumuskan mereka kedalam neraka jahannam, semakin membuat terperosok di dasar neraka jahannam.Lantas kenapa kita tidak bersabar?
Sementara anda adalah pejuang dakwah, anda berpegang teguh di atas jalan Allah SWT, kenapa anda tidak bersabar dalam berjuang?
Kenapa anda tidak bersabar dalam berdakwah? Kenapa anda tidak bersabar dalam berinfaq di jalan AllahSWT? Kenapa anda tidak bersabar tatkala dicaci maki oleh orang-orang yang menyuruh kepada kesesatan?
Jika para pelaku maksiat bersabar kenapa anda tidak bersabar?Kenapa kita tidak bersabar?
Dakwah sesuai kemampuan
Dakwah merupakan salah satu tanda bahwa seorang manusia tidak hidup dalam kerugian.”Demi masa.Sesungguhnya manusia kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh dan nasihat menasihati supaya menataati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapkan kesabaran.” (QS.Al-Ashr:1-3).
Dengan batas kemampuannya masing-masing,setiap muslim harus melibatkan diri dalam gerak dakwah. Allah SWT berfirman,
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (QS. Al Baqarah: 286).
“Kami tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekedar kesanggupannya, mereka itulah penghuni-penghuni surga; mereka kekal di dalamnya” (QS. Al A’rof: 42).
“Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan” (QS. Al Hajj: 78).
Dari Abu Hurairah, ia berkata, Nabi SAWbersabda,“Dan apa yang diperintahkan bagi kalian, maka lakukanlah semampu kalian” (HR. Bukhari no. 7288 dan Muslim no. 1337).
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Barangsiapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka ubahlah dengan lisannya.Dan jika tidak mampu, maka ingkarilah dengan hatinya.Ini menunjukkan serendah-rendahnya iman” (HR. Muslim no. 49).
Rasullulah SAW bersabda ,”Sampaikan dariku walaupun hanya satu ayat.”(HR.Bukhari).
Ini menunjukan setiap muslim harus berusaha berdakwah dengan batas ilmu yang minimal sekalipun. Karena itu, komitmen untuk mengajak kepada kebaikan tidak dituntut seseorang untuk menjadi ustad atau ulama terlebih dahulu. Dakwah juga tidak harus menunggu kesempatan-kesempatan formal seperti majelis taklim, pengajian-pengajian maupun kesempatan sejenis. Tetapi, harus menjadi bagian dari kehidupan yang menyatu dengan keseharian seseorang muslim, baik dirumah, di kantor, pasar dan dimanapun selalu terbuka lahan untuk berdakwah.
Dakwah juga tidak selalu harus berceramah seperti para da’i dan ustad. Dakwah dapat disampaikan dengan cara yang sederhana;dalam obrolan dengan teman, cengkrama dengan keluarga, sms, wa, facebook dan lain-lain.
Seseorang diharapkan tidak takut untuk berdakwah karena khawatir ilmunya belum mapan. Kalau menunggu mapan, bisa jadi tidak seorang ustadzpun yang mau berdakwah. Kekurangan tidak harus menghalangi kewajiban seseorang muslim untuk berdakwah. Banyak cara yang dapat dilakukan seorang muslim untuk menunaikan tugas dakwahnya dan tidak harus menunggu menjadi ustadz yang pandai berceramah
Hasan Al-Bashri berkata, “Wahai manusia, sesungguhnya aku tengah menasihati kalian, dan bukan berarti aku orang yang terbaik di antara kalian, bukan pula orang yang paling shalih di antara kalian. Sungguh, akupun telah banyak melampaui batas terhadap diriku. Aku tidak sanggup mengekangnya dengan sempurna, tidak pula membawanya sesuai dengan kewajiban dalam menaati Rabb-nya.
Andaikata seorang muslim tidak memberi nasihat kepada saudaranya kecuali setelah dirinya menjadi orang yang sempurna, niscaya tidak akan ada para pemberi nasihat. Akan menjadi sedikit jumlah orang yang mau memberi peringatan dan tidak akan ada orang-orang yang berdakwah di jalan Allah ‘Azza wa Jalla, tidak ada yang mengajak untuk taat kepada-Nya, tidak pula melarang dari memaksiati-Nya.
Namun dengan berkumpulnya ulama dan kaum mukminin, sebagian memperingatkan kepada sebagian yang lain, niscaya hati-hati orang-orang yang bertakwa akan hidup dan mendapat peringatan dari kelalaian serta aman dari lupa dan kekhilafan. Maka terus meneruslah berada pada majelis-majelis dzikir (majelis ilmu), semoga Allah ‘Azza wa Jalla mengampuni kalian. Bisa jadi ada satu kata yang terdengar dan kata itu merendahkan diri kita namun sangat bermanfaat bagi kita. “
Seseorang pernah berkata kepada Imam Ahmad bin Hanbal, “Apakah sesorang itu tetap bertahan terus sampai dia sempurna, kemudian baru mendakwahi manusia? Imam Ahmad menjawab, “Siapakah orang yang sempurna? Tetaplah berdakwah kepada manusia.”
Saudaraku jangan alasan kita banyak dosa untuk tidak berdakwah, karena Allah mengingatkan bahwa manusia pasti melakukan dosa, Allah berfirman,
Sekiranya bukan karena karunia dan belas kasih Allah kepada kalian, selamanya tidak seorang pun di antara kalian bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu).Hanya Allah yang dapat membersihkan hati orang yang dihendaki-Nya dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu.Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui setiap perbuatan kalian. (QS. An-Nuur : 21)
Setiap kita pernah melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang bertaubat. Rasulullah SAW bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalau sekiranya kamu tidak berbuat dosa, niscaya Allah akan melenyapkan kamu. Kemudian Allah akan mendatangkan kaum selain kamu. Mereka berbuat dosa dan mereka meminta ampun kepda Allah, lalu Allah mengampuni mereka (HR. Muslim)
Saudarakau, maka jangan sampai kita berhenti beramar ma’rug nahi munkar dengan alasan kita adalah seorang pendosa.Dalam kitab Talbis Al-Iblis, Ibnu Jauzi mengatakan, “Sungguh Iblis telah berhasil membujuk rayu sebagian ahli ibadah. Dia melihat kemungkaran. Lalu orang tadi berkata, “Yang mencegah kemungkaran dan yang menyuruh kebaikan adalah orang yang sudah bagus dan baik. Semantara saya belum baik betul, bagaimana mungkin saya menyuruh orang lain?” Hal ini adalah sebuah kesalahan, karena dia seharusnya mencegah kemungkaran dan menyuruh kepada kebaikan.”
Ibnu Taimiyyah dalam kita Al-Fatawa berwasiat, “Seorang hamba pasti melakukan kesalahan dan dosa adalah sebuah kemestian yang ada pada seorang hamba. Namun dia harus meminta ampun kepada Allah, sehingga seseorang tidak beralasan untuk tidak melakukan kebaikan hanya karena ia telah berdosa.”
Keutamaan berdakwah
Semoga dengan mengenal keutamaan dakwah berikut ini kita semakin bersemangat.
Allah SWT berfirman, “Apakah ada orang yang lebih baik dari yang menyeru kepada ajaran tauhid dan taat kepada Allah semata-mata serta beramal shalih, dan dia berkata, “Sungguh aku termasuk kaum muslim.” (QS. Fushlihat : 33)
Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amir Al Anshari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim no. 1893). Bahkan pahala orang yang didakwahi tidak berkurang sebagaimana sabda Nabi SAW,
“Barangsiapa memberi petunjuk pada kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikuti ajakannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun juga” (HR. Muslim no. 2674).
Dari Abu Umamah Al Bahili ra, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda,“Sesungguhnya para malaikat, serta semua penduduk langit-langit dan bumi, sampai semut-semut di sarangnya, mereka semua bershalawat (mendoakan dan memintakan ampun) atas orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia” (HR. Tirmidzi no. 2685. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Rasulullah SAW bersabda, kepada Ali bin Abi Thalib; “Demi Allah, sesungguhnya Allah ta’ala menunjuki seseorang dengan sebab (dakwah) mu, maka itu lebih bagi bagimu dari unta merah (HR. Bukhari & Muslim)
Yahya bim Syarf An Nawawi rahimullah memberikan penjelasan unta merah adalah har ta yang teristimewa di kalangan orang arab kala itu. Di sini Nabi SAW menjadikan unta merah sebagai pemisalan untuk mengungkapkan berharganya mulianya suatu perbuatan dan memang tidak ada harta yang lebih istimewa dari unta merah kala itu. Permisalan ini seperti perkara akhirat dengan keuntungan dunia, ini hanyalah gambaran agar mudah paham.

Penulis : Abu Azzam

MEMORI MAJIS PERKAHWINAN ANAKANDA